Udah punya asuransi jiwa, tapi ga sabar claim benefit? Hal itu ga lantas buat kamu bunuih diri ya?
Bunuh diri adalah masalah Kesehatan Global dan menempati peringkat kedua peyebab kematian paling umum pada kelompok usia 15-29tahun di Dunia (Rosemary, et al.).
78% dari semua kasus bunuh diri pada tahun 2016 terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO).
Di Indonesia Sejak 2014-2019 Suicide Mortality Rate = 2,4 per 100.000 populasi. (Worldbank), Tahun 2020, Suicide Mortality Rate = 3,4 per 100.000 Populasi. (Researchgate). Lebih dari 75 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan/IASP 2021).
Sementara itu, berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) 2019, Kementerian Kesehatan RI menyatakan, di Indonesia terdapat lebih dari 16.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya. Ini artinya, pada tahun tersebut, Ada 2,6 kasus bunuh diri per 100.000 orang, dan tingkat bunuh diri pria 3 kali lebih banyak dari wanita. Banyak sekali faktor yang menyebabkan seorang mengakhiri hidupnya, bisa jadi trauma, depresi, dll.
Apa yang terjadi kalau pelaku “punya asuransi jiwa?”
Hampir semua perusahaan asuransi, konsisten untuk menolak klaim yang berhubungan dengan bunuh diri.
Pasalnya, meninggal karena ulah sendiri juga banyak ditolak oleh perusahaan asuransi selain bunuh diri.
Contohnya, tertanggung meninggal yang diakibatkan karena kecelakaan, namun dengan ulah sendiri, seperti kebut-kebutan di jalan atau sengaja melanggar aturan, tidak menggunakan pengaman, dan lain-lain.
Bisa cair kalau,
Jika kehidupan samurai dan anime adalah dua hal yang paling dikenal dunia dari Jepang, maka bunuh diri bisa dibilang adalah hal ketiga. Citra bunuh diri begitu lekat dengan Jepang.
Jumlah kasus bunuh diri di Jepang pada tahun 2021 berjumlah 21.007, turun 74 (0,4%) dibandingkan tahun 2020. Jumlah kasus bunuh diri per 100.000 orang naik 0,1 menjadi 16,8. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang mengumpulkan informasi berdasarkan statistik dari Badan Kepolisian.
Berdasarkan penyebab atau motifnya, “masalah kesehatan” menduduki peringkat tertinggi, sebagai faktor penyumbang 9.860 kasus bunuh diri (47%). Ini diikuti oleh “masalah ekonomi/mata pencaharian” (3.376) dan “masalah keluarga” (3.200).
Dalam rentang tahun tersebut, tahun 2017 menandai jumlah terbesar dari kasus bunuh diri demi mendapat polis asuransi jiwa dengan 151 kasus. Jumlah terkecil ditemukan pada 2012 dengan 65 kasus. Masing-masing membentuk proporsi 0,32 dan 0,65 persen dari total kasus bunuh diri di Jepang.
Demi Asuransi Cair Motif bunuh diri demi polis asuransi tampaknya juga didukung oleh regulasi pemerintah yang amat longgar.
Dilansir dari Japan Times, pernah pada 2009, Pengadilan Daerah Kota Sendai memerintahkan sebuah perusahaan asuransi membayar 50 juta yen kepada seseorang yang meninggal karena sejumlah luka yang diderita saat percobaan bunuh diri.
Emang hidup kadang buat pusing, tapi kalo Bunuh diri sebagai cara kamu claim asuransi, jangan kamu lakuin ya
Referensi:
Ellyvon Pranita | Ahli Sebut Kasus Bunuh Diri di Indonesia Bagaikan Fenomena Gunung Es | 2021 | https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/12/130500523/ahli-sebut-kasus-bunuh-diri-di-indonesia-bagaikan-fenomena-gunung-es?page=all
Tony Firman | Bunuh Diri di Jepang untuk Mewariskan Polis Asuransi ke Keluarga | 2018 |
https://tirto.id/bunuh-diri-di-jepang-untuk-mewariskan-polis-asuransi-ke-keluarga-c9RF
Society l | Suicides in Japan Decrease Slightly in 2021 | 2021| Suicides in Japan Decrease Slightly in 2021 | Nippon.com
Comentarios